Pages

Majelis Tawassul , Sabtu malam Minggu 5 Mei 2018, Ba'da Isya, di Jalan Satria XII RT 012 RW 02 Ujung Menteng Cakung Jakarta Timur. Telp. 0815 85269472.      GUNAKAN HELM UNTUK KESELAMATAN ANDA DAN NAMA BAIK MAJELIS KITA      Selamat datang di blog Majlis Tawassul. Sekretariat kegiatan berada di Jalan Satria XII RT 012 RW 02 Ujung Menteng Cakung Jakarta Timur. Telp. 0815 85269472. e-mail:majelistawassul@gmail.com

Minggu, 09 September 2012

Prof. DR. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih


Prof. DR. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih
Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah, Malang
Suaranya lantang, badannya yang tegap. Jubbah dan sorban yang dikenakannya semakin menambah kewibawaanya. Sorot matanya tajam dan penuh makna. Jenggot lebatnya menutupi leher. Pribadinya yang tawadhu’, santun serta akrab dengan siapapun, namun tegas dan penuh wibawa. Itulah sosok fisik ulama ahli hadis yang satu ini.
Ia adalah Prof. DR. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih merupakan tokoh ulama yang tegas dalam memegang prinsip-prinsip ajaran Islam, yang berazaskan al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad saw, serta ajaran yang telah digariskan oleh para leluhurnya.


Nasab al-Habib Abdullah Bilfaqih
Nasab beliau adalah: al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Faqih bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa an-Naqib bin Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra binti Rasulullah saw.


Kelahiran al-Habib Abdullah Bilfaqih
al-Habib Abdullah lahir di Kota Surabaya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1355 H, yang bertepatan dengan 1 Juni 1936 M, ayahnya adalah al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, seorang tokoh pendidik dan guru yang sejati, ia merupakan ulama yang sangat menguasai dalam ilmu hadis dan menjadi rujukan umat di zamannya. Sedangkan ibunya adalah asy-Syarifah Ummi Hani binti Abdillah bin Agil.
al-Habib Abdullah merupakan seorang ulama pakar dalam ilmu hadis. Ia adalah putera dan khalifah tunggal dari ayahnya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Li Ahlussunnah wal jama’ah, yang berdiri pada 12 Rabiul Awwal 1364 H, bertepatan dengan 12 Februari 1945 M di Kota Malang, Jawa Timur.
Pesantren ini telah melahirkan para ulama yang bertebaran menyebarkan Islam di segenap pelosok nusantara. Sebagian dari mereka mengikuti jejak langkah gurunya dengan membuka pondok pesantren, madrasah ataupun majelis taklim demi menyiarkan dakwah islam dan ilmu agama.
Ayah dan anak sama-sama ulama besar, sama-sama ahli hadis, sama-sama pendidik ulung dan bijak. Merekalah al-Habib Abdul Qadir dan al-Habib Abdullah. Begitu besar keinginan sang ayah untuk ‘mencetak’ anaknya menjadi ulama dan ahli hadis untuk mewarisi ilmunya. Akhirnya oleh Allah swt dikabulkanlah keinginan al-Habib Abdul Qadir tersebut.
Sebelum dikaruniai putera, al-Habib Abdul Qadir menunaikan ibadah haji dan berziarah ke Makam Rasulullah saw di Kota Madinah. Di sana beliau memanjatkan do’a khusus kepada Allah swt agar dikaruniai putera yang kelak tumbuh sebagai ‘alim yang mengamalkan ilmunya dan menjadi seorang ahli hadis. Selang beberapa bulan do’a itupun dikabulkan oleh Allah swt.
Lahirlah seorang putera yang dinanti-nantikannya tersebut, kemudian diberi nama Abdullah. Sesuai dengan do’a yang dipanjatkan di hadapan makam Rasulullah saw, maka al-Habib Abdul Qadir pun mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk mendidik buah hati yang dinanti-nantikannya itu. Pendidikan yang diberikan sang ayahanda ini tidak sia-sia. Ketika masih kecil ia sudah menampakkan kecerdasan dan bakat sebagai ahli hadis.


Masa belajar sang maestro hadis
Sejak kecil ia berada dibawah asuhan dan bimbingan ayahandanya. Antara keduanya terdapat keseimbangan, yaitu ketekunan sang guru (Ayahandanya, yaitu al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih.) dalam mengajar dan kegigihan sang murid (al-Habib Abdullah.) dalam mengikuti petunjuk dari sang guru serta dalam menuntut ilmu. Selain kepada ayahandanya beliau juga belajar kepada al-Habib Ali bin Husein al-Attas di Jakarta, yang dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur, seorang ‘alim dan sebagai tokoh ulama yang menjadi rujukan para ulama dizamannya.
Keuletan dan kegigihan al-Habib Abdullah dalam menimba ilmu amatlah sulit dicari tandingannya. Siang dan malam waktunya hanya dipergunakan untuk belajar. Sang ayah benar-benar melihat semangat anaknya ini dalam belajar.
Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar.” Hadis inilah yang menjadi motifasi serta pendorong al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih dalam mencari ilmu dan menyebarkan dakwah Islamiyah.
al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih pernah mengatakan: “Aku telah mewariskan kepada puteraku ini empat puluh satu cabang ilmu agama.” Karenanya, tidaklah mengherankan jika pada usia 7 tahun, al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih sudah mampu menghafal al-Qur’an dan pada usia sekitar 20 tahun ia telah mampu menghafal Kitab Hadis Bukhari dan Muslim lengkap dengan matan serta sanadnya yang bersambung hingga Rasulullah saw.
Hal ini bukan terjadi secara kebetulan tanpa adanya suatu usaha. Melainkan adanya usaha yang seimbang antara sang ayah dan puteranya itu. al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, sang ayah yang juga sebagai maha guru tunggal al-Habib Abdullah Bilfaqih, telah mengerahkan segala daya dan upaya untuk memimbing dan mendidik serta mengantarkan sang putera ini menjadi seorang ulama yang ilmunya bermanfaat serta dapat menggantikan peranan dan dakwah sang ayah.
Namun di sisi lain sang putera yang selaku murid ini mengimbanginya dengan semangat belajar yang tinggi, ulet, tekun dan rajin. Maka imbanglah antara upaya sang ayah dalam mendidik dan kemauan serta semangat belajar sang putera.
Kemudian al-Habib Abdullah menempuh pendidikan madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah di Lembaga Pendidikan at-Taraqqi yang berada di Kota Malang. Di madrasah itu pula, al-Habib Abdul Qadir mengajar. Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat ibtidaiyah, kemudian ia melanjutkan ke tingkatan madrasah aliyah di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah di bawah asuhan ayahandanya sendiri.
Sebagai murid, semangat belajarnya sangat tinggi. Teman-teman sebayanya mengenal al-Habib Abdullah sebagai kutu buku. Dengan tekun ia menelaah berbagai kitab. Gara-gara terlalu kuat dalam belajar, ia pernah jatuh sakit. Meskipun begitu, hal itu tidak membuatnya berhenti belajar, walaupun dalam keadaan seperti itu ia tetap saja belajar dan belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang muslim sejati adalah mereka yang mencintai ilmu, ia selalu merasa haus akan ilmu. Sehingga selalu berusaha belajar dan memperdalam ilmu-ilmu agama dalam mengisi hidupnya. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih: “Tidaklah seseorang dikatakan hidup apabila ia tidak berilmu.” Tentunya ucapan tersebut bukan sekedar ucapan yang diucapkan begitu saja, melainkan merupakan cerminan dari kehidupannya yang selalu dilandasi dengan ilmu.
Sebagaimana sabda Baginda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh al-Imam at-Tabrani dan al-Imam Ibnu Abdil Baar dari Sahabat Ibnu Abbas, yang artinya: “Barangsiapa oleh Allah dikehendaki memperoleh suatu kebajikan, maka ia akan diberi kefahaman dalam agama.”


Seorang ulama ahli hadis
al-Habib Abdul Qadir sang ayah menginginkan agar puteranya kelak mewarisi ilmu yang dimiliki al-Habib Abdul Qadir. Maka dari itu al-Habib Abdul Qadir pun berusaha keras mendidik sang anak agar menjadi seorang yang ahli dalam ilmu hadis. Wajarlah jika dalam usia relatif muda, ia telah menghafal kitab-kitab induk dalam ilmu hadis.
Diantaranya kitab-kitab yang dipelajarinya adalah, Kitab Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Musnad al-Imam asy-Syafi’i, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hambal, Muwatha’ karya al-Imam Malik, an-Nawadirul Ushul karya al-Imam Hakim at-Tirmidzi, al-Mu’jam ats-Tsalats karya Abul Qasim ath-Thabrani. Semua itu telah dihafalkannya dengan baik.
Tidak hanya sekedar menghafal hadis, al-Habib Abdullah juga memperdalam ilmu musthalah hadis, yaitu ilmu yang mempelajari hal ihwal hadis berikut para perawinya. Juga ilmu rijalul hadis, yaitu ilmu tentang para perawi hadis. Ia juga menguasai Ilmu jarh wa ta’dil (Kriteria hadis yang dapat diterima sesuai persyaratan ilmu hadis.) dengan mempelajari Kitab at-Taqrib at-Tahzib karya al-Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, al-Mizan at-Ta’dil karya al-Hafidz adz-Dzahabi.
Dari kecerdasan dan keluasan al-Habib Abdullah dalam ilmu hadis, maka ia mendapat gelar Honoriscausa sebagai Doktor dan Profesor. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih menerima gelar Doktor Honoriscausa dalam bidang ilmu hadis dari al-Azhar, Cairo, Mesir, sedangkan gelar Profesor Honoriscausa dari al-Jama’ah, Lahore, Pakistan, serta dari Darunnadwah, Locnow, India pada tahun 1970 M.
Gelar tersebut diberikan, karena memang pantas disandang dengan melihat kepakarannya dalam ilmu hadis. Setiap ia menyampaikan hadis-hadis Rasulullah saw selalu disebutkan pula sanad dan perawinya. Maka tidak berlebihan jikalau ia menyandang sebagai muhaddis di zamannya.


Seorang pendidik sejati
Selain dikenal sebagai ulama yang ahli dalam ilmu hadis, al-Habib Abdullah juga mumpuni dalam berbagai disiplin keilmuan lainnya, terutama dalam ilmu tasawuf dan fikih. Semua itu ia pelajari langsung dari ayahandanya. Dalam ilmu fikih ia mempelajari kitab fikih empat madzhab, (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.) termasuk kitab-kitab fikih lainnya, diantaranya adalah: Fatawa al-Imam Ibn Hajar, Fatawa al-Imam Ramli dan al-Muhadzab al-Imam an-Nawawi.
Setelah kewafatan al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, pada 19 November 1962 M, yang bertepatan pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1382 H, maka al-Habib Abdullah yang menggantikan semua kegiatan yang telah dirintis oleh ayahnya. Baik sebagai pengasuh Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah, muballigh, maupun pengajar.
Selain itu, ia juga melanjutkan semua kegiatan majelis taklim yang pernah diselenggarakan ayahandanya, baik majelis yang bersifat umum maupun majelis yang bersifat khusus. Yang bersifat khusus adalah kegiatan thariqah yang diselenggarakan Hari Ahad minggu pertama dan ketiga yang bertempat di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Malang.
Kemangkatan ayahandanya bukan menjadi lemahnya semangat dan larut dalam kesedihan yang berkepanjangan serta menjadikannya putus asa. al-Habib Abdullah sangat sadar, bahwa warisan yang akan diembannya membutuhkan perhatian yang serius. Tak satupun kegiatan yang pernah dilakukan oleh ayahandanya dirubah atau dikurangi, namun apa-apa yang telah dikerjakan dan dilakukan oleh ayahandanya dilanjutkan serta ditumbuh kembangkan dengan baik dan sempurna.
Selain menjabat sebagai pengasuh Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Malang. Ia juga memegang beberapa jabatan penting, baik di lembaga keagamaan maupun di sektor sipil pemerintahan, diantaranya sebagai penasehat Menteri Penghubung Alim Ulama, penasehat ahli Menteri Kesra. (Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.) Dalam bidang fatwa agama, ia diangkat sebagai Mufti Lajnah Iftassyari’i dan sebagai dosen ahli pada mata kuliah tafsir dan hadis di IAIN dan IKIP di Kota Malang.
Ia adalah seorang ulama yang sejati. Ia tidak pernah membeda-bedakan orang yang mengundangnya. Mulai dari kalangan atas, menengah, hingga kalangan bawahpun ia penuhi. al-Habib Abdullah selalu berusaha untuk memenuhi acara dakwah, meskipun harus ke daerah pelosok yang sulit dijangkau sekalipun, akan dipenuhinya. Bahkan tidak jarang ia berdakwah kepelosok dengan berjalan kaki. Begitu tingginya semangat dan perjuangan yang dimilikinya dalam menyebarkan Agama Allah dan Rasul-Nya.
Ia ikhlas dalam berdakwah. Ia berlaku demikian tak mengharap sesuatu apapun kecuali ridha Allah swt dan Rasul-Nya. Semua itu dilakukannya tanpa mengenal lelah. Bahkan sewaktu sakit pun, ia masih berkeinginan keras untuk tetap mengajar. Menurutnya dengan tetap mengajar akan dihilangkan semua penyakitnya. Ia minta kesembuhan dari Allah swt dengan mengajar. Karenanya, jika mengajar rasa sakitnya akan tertutupi dengan melihat keceriaan para muridnya.
Sebagai guru, ia sangat memperhatikan anak didiknya. Sampai hal yang remeh pun ia perhatikan. Setiap malam, sebelum menunaikan Shalat Tahajjud, ia selalu mengontrol para murid yang sedang tidur. Jika melihat selimut muridnya yang tersingkap, ia yang membetulkannya tanpa sepengetahuan si murid tersebut. Jika ada murid yang sakit, ia segera memberikan obat, jika sakitnya serius, ia memerintahkan salah seorang untuk mengantarkannya ke dokter.


Dakwahnya
Dalam berdakwah, ia mengajak umat agar selalu menanamkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta selalu menerapkan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah saw. Pribadi al-Habib Abdullah sangatlah mulia, kharismatik dan sangat disiplin dalam menyikapi masalah hukum agama tanpa tawar-menawar. Sikapnya selalu tegas, yang haq tetap dikatakannya haq, yang batil tetap dikatakannya batil tanpa pandang bulu siapapun itu.
Sikap konsisten menjalankan amar ma’ruf nahi munkar itu tidak saja ditunjukkan kepada umat, tapi juga kepada para pejabat pemerintah. Pada setiap kesempatan, terutama pada acara peringatan hari-hari besar nasional, al-Habib Abdullah selalu melancarkan saran dan kritik membangun, baik diatas mimbar maupun tulisan di artikel surat kabar.
Selain mengajar di Pesantren Darul Hadis, al-Habib Abdullah juga melakukan perjalanan dakwah, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan dakwahnya di daerah-daerah di Tanah Air meliputi: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara dan masih banyak lagi.
Sedangkan daerah dakwahnya di luar negeri meliputi: Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, India, Pakistan, Mesir, serta negara-negara di Kawasan Afrika. Dalam berdakwah semata-mata dilakukan untuk mengemban tugas untuk menyampaikan ajaran Allah swt dan Rasul-Nya.
Dengan didukung kemampuan yang sangat mumpuni, al-Habib Abdullah memiliki gaya yang khas dalam penyampaian ceramahnya. Metode ini dilakukannya semata-mata agar para audiens (Para pendengar.) faham dan mengerti akan materi yang sedang disampaikannya.
al-Habib Abdullah adalah seorang ulama dan mubaligh yang cerdik, karena ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi ummat yang sedang dihadapinya. Sebab mubaligh yang berhasil adalah, manakala ia dapat menganalisa para pendengarnya dan dimana ceramah itu disampaikan.
Apabila ia sedang berceramah dikomunitas orang-orang Madura, maka ia akan berceramah menggunakan Bahasa Madura. Apabila yang dihadapinya tersebut banyak dari kalangan masyarakat Jawa, maka ia menggunakan Bahasa Jawa yang halus.
Jika ia berceramah dikhalayak yang disitu banyak terdiri dari beberapa kalangan, maka ia menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Manakala ia berkhutbah dikalangan yang disitu tidak mengerti Bahasa Indonesia, maka ia menyampaikannya dengan menggunakan Bahasa Arab. Tujuannya hanyalah agar mereka faham apa-apa yang disampaikannya.
Dalam setiap ceramahnya, ia selalu mengajak umat Islam agar meningkatkan mutu pengamalan ajaran agama. Taat kepada perintah Allah swt dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Ia juga selalu mengingatkan agar umat Islam terus meningkatkan komunikasi dengan Allah swt dan Rasul-Nya. (Maksudnya adalah, selalu mengerjakan shalat tepat pada waktunya, yang ditambah dengan shalat-shalat sunnah, selalu berdzikir menyebut Asma Allah swt serta selalu mengingat Allah swt dan Rasul-Nya dimanapun kita berada, membaca shalawat kepada Rasulullah saw, dan masih banyak lagi yang dapat kita gunakan sebagai media untuk berhubungan antara kita dengan Allah swt dan Rasul-Nya.)
Begitu pula pada akhir setiap ceramahnya, ia mengajak kepada hadirin untuk selalu mengingat kepada Sang Maha Pencipta swt dan Baginda Nabi Muhammad saw sambil meneteskan air mata, mengingat lumuran noda dan dosa yang telah kita perbuat. Serta mengingatkan bahwa hidup ini hanya bersifat sementara dan semua manusia akan meninggalkan alam dunia serta akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah swt atas segala hal yang pernah diperbuatnya di alam dunia ini. Dapat disimpulkan bahwa ia selalu mengajak umat untuk masuk menuju pintu taubatan nasuha. (Taubat dengan sebenar-benarnya taubat.)


Penulis yang produktif
al-Habib Abdullah juga aktif sebagai penulis artikel yang produktif di berbagai media cetak dalam negeri, diantaranya: Harian Merdeka, Surabaya Pos, Pelita, Bhirawa, Karya Dharma, Berita Buana, Berita Yudha. Selain itu, ia juga menulis di beberapa media luar negeri, diantaranya adalah:
al-Liwa’ul Islami yang terbit di Mesir, al-Manhaj yang terbit di kawasan Arab Saudi, at-Tadhammun yang terbit di Mesir, Rabithah ‘Alam al-Islami yang terbit di Makkah, al-‘Arabi yang terbit di Makkah, al-Madinatul al-Munawwarah yang terbit di Madinah, al-Wihdah, al-Jundi, al-Wa’yu al-Islami, serta masih banyak lagi.
Diantara karya al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih adalah:
  1. Siapakah Ahlussunnah wal jama’ah?
  2. Mengapa umat Islam menerima Pancasila?
  3. Islam dan Tanda-tandanya, Iman serta bagian-bagiannya.
  4. Majmu’atul Fatawa Wal Buhuhts al-Islamiyyah.
  5. Irghamul Balid Fi Akhkamil Ijtihad Wataqlid.
  6. al-Qaulurrasyiin Fi Adillatittalqin.
  7. al-Mulhah.
  8. Tanwirul Ghayahib.
  9. Fatwa Maulid.
  10. Serangkum Khutbah.
  11. Hijrah adalah Kunci Sukses Bagi Pembangunan Moril dan Materiil. (Merupakan salinan naskah Pidato al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih yang ditayangkan secara regional di RRI Surabaya pada 15 Februari 1972 M, dalam menyambut Tahun Baru Hijriah 1392 H.)
  12. Puasa Merupakan Mental Training dan Pendidikan. (Tulisan artikel al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih yang dimuat di Harian Agkatan Baru pada hari Kamis 5 November 1970 M.)
  13. Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw Perlambang Keagungan Ilahi. (Tulisan artikel al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih yang dimuat di Harian Bhirawa pada Hari Selasa 16 April 1985 M.)


Pengabdiannya terhadap Tanah Air dan bangsa
Ia tidak pernah condong kepada salah satu pihak saja, namun semua pihak dirangkul dan diayomi. Ia berpendapat, apabila condong kepada salah satu pihak saja, maka yang terjadi akan meresahkan dan semakin mengkotak-kotak umat. Sebab ulama yang sejati adalah mereka yang memegang prinsip secara tegas dan membawa umat menuju persatuan dan kesatuan guna mengantar mereka ke jalan Allah swt dan Rasul-Nya.
Berkaitan dengan negara ini, ia sering kali mengatakan: “Jadilah seorang Pancasilais yang muslim dan jadilah sosok muslim yang Pancasilais.” Hal tersebut pernah dimuat dalam salah satu artikelnya dalam harian surat kabar yang berjudul ‘Mengapa Umat Islam Menerima Pancasila?’
al-Habib Abdullah Bilfaqih adalah seorang tokoh ulama yang selalu melakukan kerjasama positif yang harmonis dengan para umara’ (Para pejabat pemerintahan.) untuk bersama-sama membangun masyarakat Indonesia yang seutuhnya, guna tercapainya masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah swt. Sehingga tercapainya Baldatun Tayyibatun Wa Rabbun Ghafur sebagaimana yang digambarkan dalam al-Qur’an.
Ia selalu menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara ulama dan umara’, agar keduanya selalu berjalan bersama-sama dalam membangun bangsa dan negara ini. Ia berpandangan bahwa ulama dan umara’ harus dapat menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya secara benar, maka dengannya akan tercapai segala yang dicita-citakan oleh seluruh Bangsa Indonesia.
Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Baginda Nabi Muhammad saw, yang artinya: “Dua golongan dari umatku, apabila keduanya mampu menjalin hubungan dengan harmonis, maka umat akan menjadi baik. Namun apabila keduanya tidak dapat menjalin hubungan dengan baik, maka umat akan hancur. Kedua golongan tersebut adalah ulama dan umara’.”
Demi mashlahat umat, al-Habib Abdullah tidak segan-segan mengkritik dan memberi masukan kepada para pejabat pemerintah. Oleh sebab itu ia ditunjuk sebagai penasehat ahli Menkokesra dan atas permintaan dari pemerintah, ia juga ikut serta membina beberapa majelis di beberapa departemen pemerintahan, baik di sektor sipil maupun TNI.
Salah satunya ia membina kajian ‘Moral dan Spiritual Umat.’ Kajian ini tujuannya adalah demi tercapainya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya lahir dan batin serta demi kelangsungan pembangunan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Pernah dalam salah satu ceramah al-Habib Abdullah Bilfaqih pada saat HUT (Hari Ulang Tahun.) Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-28, yang bertepatan pada 14 Agustus 1973 M, yang disiarkan secara langsung di RRI dan dapat disimak pendengar di seluruh Indonesia.
Ia menceritakan dan mengupas tuntas tentang perjuangan para pahlawan sebelum kemerdekaan hingga sejarah proklamasi dan juga menjelaskan peranan serta tanggung jawab antara ulama dan umara’. Pidato tersebut disampaikan dengan tema ‘Amalkan Amanat dan Wasiat Para Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.’
Ia menginginkan bangsa ini sebagai bangsa yang bermartabat. Oleh karenanya, ia selalu mengingatkan bahwa pemuda-pemuda sekarang adalah pemimpin yang akan datang, maka dari itu hendaklah para pemuda mengisi masa mudanya dengan menuntut ilmu agama dan melaksanakan ibadah dengan benar sebagai modal untuk mengenal dan mencintai Allah swt serta Rasul-Nya. Karena menurutnya, maju mundurnya suatu bangsa dapat dilihat bagaimana pemudanya saat ini.
Pernah dalam sebuah ceramahnya pada peringatan HUT berdirinya Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Malang pada tahun 1985 M, al-Habib Abdullah Bilfaqih mengatakan bahwa sebagian para pemuda di negeri ini sudah mulai meninggalkan ajaran agama serta semakin jauh dari Allah swt dan Rasul-Nya.
Ia mengatakan: “Negara-negara di luar kagum dengan kemajuan Bangsa Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran dan lain-lain. Namun semua itu yang amat disayangkan, mulai menjalarnya wabah narkotika dikalangan pemuda-pemudi kita di bumi pertiwi ini. Saya menghimbau kepada para ulama, aparat negara, dan orang tua agar menyelamatkan mereka dari hal tersebut. Karena sesungguhnya merekalah yang bertanggung jawab atas hal ini.” (Dimuat di harian Pelita pada Senin 25 Maret 1985 M.)


Akhlak dan perilaku al-Habib Abdullah Bilfaqih
Akhlak dan perilakunya meneladani Rasulullah saw. Setiap orang yang mengenalnya, pasti akan melihat keindahan akhlak dan budi pekertinya. Ia adalah seseorang yang dalam dirinya terkumpul antara ilmu dzahir dan batin. Seseorang yang dipenuhi bejana ilmu, namun akhlak dan budi pekertinya sangatlah luar biasa. Pernah dalam sebuah kesempatan, ia mengatakan: “Seandainya aku dapat bersujud di bawah bumi, sungguh itu akan aku lakukan.”
Rumahnya selalu terbuka lebar bagi mereka semua yang datang berkunjung. Tamu-tamu terus berdatangan, baik mereka yang ingin bertanya, meminta ijazah, bahkan para pejabat pemerintahan pun datang meminta arahan dan pendapat kepadanya. Tidak sedikit para ulama dalam dan luar negeri datang kepadanya untuk saling tukar menukar sanad hadis dan ijazah. Tidak jarang ia menyuguhkan hidangan langsung kepada para tamunya.
Dikisahkan oleh salah seorang murid dekatnya, bahwa pada suatu hari ada seorang tamu yang bermaksud menguruskan surat tanah miliknya. Setelah menjelaskan panjang lebar, intinya tamu itu meminta sejumlah uang untuk pengurusan surat tanah tersebut. Lalu al-Habib Abdullah memberikan sejumlah uang yang diminta oleh tamu tersebut. Setelah itu, sang tamu itupun memohon diri, dengan hormat dan senyum ramah al-Habib Abdullah pun mempersilahkan tamu itu pulang.
Setelah tamu itu pergi, al-Habib Abdullah berkata kepada muridnya, bahwa tamu tadi telah menipunya. Begitulah kepekaan mata batinnya, walaupun ia mengetahui tamunya tadi bermaksud jahat, namun ia tetap menghormatinya. Karena ia berprinsip, tamu itu wajib mendapat penghormatan dari shahibul bait. (Pemilik rumah.) Betul apa yang telah dikatakan oleh al-Habib Abdullah, bahwa tamu tadi tidak pernah muncul lagi dan surat yang dimaksud pun tidak kunjung datang.


Diantara amalan al-Habib Abdullah Bilfaqih
Ia adalah seorang hamba yang dekat dengan Tuhannya. Tidak ada waktu yang terlewat tanpa diisi dengan ibadah. Ibadahnya telah mencakup ibadah dzahir dan batin. Ia merupakan ulama yang benar-benar memegang teguh hukum yang telah ditetapkan Allah swt dan Rasul-Nya. Sebagaimana ayahandanya, jangankan perkara yang haram, yang makruh pun tidak ia lakukan.
Prinsipnya dalam menjaga syari’at ini betul-betul diperhatikan dan selalu dipegang teguh. Tak hanya bagi dirinya, bahkan itu juga ia terapkan pagi para murid didiknya. Ia selalu menekankan kepada para muridnya agar tidak melihat wanita yang bukan muhrimnya, karena itu merupakan perbuatan haram dan dosa.
Bagi para murid yang melanggar akan hal ini maka ia akan memberikan peringatan dan sanksi yang tegas. Begitu pula ia akan marah serta memberikan sanksi yang berat bagi para murid yang terlambat menunaikan Shalat Subuh (Hingga terbitnya matahari.) dan perkara-perkara lain yang menyalahi aturan agama.
Ia berbuat semacam ini semata-mata sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang terhadap para muridnya. Tujuannya agar para murid benar-benar dapat menerapkan syariat agama yang telah diajarkan kepada mereka. Perhatian yang sangat besar dan keseriusan dalam mendidik para muridnya, membuat para santri dapat benar-benar melaksanakan hukum-hukum agama yang telah ditetapkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
Ia menginginkan agar para santrinya itu dapat mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam Abu Syeikh dari Sahabat Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, yang artinya: “Orang yang berilmu adalah orang yang mampu mengamalkan ilmunya.”
Shalat sunnah baginya merupakan shalat yang wajib. Ia tidak pernah meninggalkan shalat-shalat sunnah yang telah dianjurkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Ditengah malam ia selalu istiqamah menjalankan Shalat Tahajjud, membaca al-Qur’an, membaca shalawat, mendo’akan para murid-muridnya, serta menulis artikel-artikel keagamaan.
Ia selalu menggunakan waktu malamnya untuk ‘mengetuk pintu Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi,’ yang mana hal ini ia lakukan hingga akhir hayatnya. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim: “Shalat yang paling utama setelah shalat lima waktu adalah shalat pada pertengahan malam.”
Juga hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Baihaqi dan al-Imam Ibnu Dunya: “Yang paling mulia dari umatku adalah mereka yang menghafalkan al-Qur’an dan yang selalu menghidupkan malam-malamnya untuk beribadah kepada Allah.”


Kecintaannya terhadap Rasulullah saw
Hubungan al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih dengan Baginda Rasulullah saw bukan hanya faktor nasab saja, melainkan sebuah petunjuk dan ‘inayah Allah swt yang memberikan ma’rifat (Pengenalan yang sangat mendalam.) kepada hamba yang telah dipilih-Nya.
Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari Sahabat Abdullah bin Umar: “Belum dikatakan beriman salah seorang diantara kalian, sehingga aku (Rasulullah saw.) lebih dicintai dari pada anaknya, orang tuanya, harta bendanya, dan dari sekalian manusia.”
Jelaslah bahwa mencintai Baginda Rasul saw merupakan keharusan bagi setiap insan muslim dan mukmin. Cinta yang dimaksud, bukan hanya ungkapan cinta di bibir dan lisan saja, melainkan cinta yang disertai dengan mengikuti segala ajaran serta meninggalkan semua larangan beliau saw.
Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh al-Habib Abdullah Bilfaqih: “Janganlah mencintai Rasulullah saw dengan cinta yang dusta. Kita menyatakan cinta, namun kita jauh dari ajarannya. Maka itu merupakan cinta yang palsu serta sebuah kebohongan belaka.”
Telah kita ketahui bersama bahwa al-Habib Abdullah Bilfaqih adalah seorang ulama ahli hadis yang senantiasa menyebarluaskan sunnah-sunnah Rasulullah saw. Sudah barang tentu hubungan rohaninya dengan Baginda Rasulullah saw sangatlah dekat. Dalam berbagai forum, ia selalu menyampaikan hadis-hadis Rasulullah saw.
Setiap kali ia menyebut nama Rasulullah saw, selalu dengan sebutan sempurna yang menunjukkan rasa ta’dzimnya (Hormat.) terhadap Rasulullah saw. Pada saat majelis taklimnya, ia mengajak para hadirin bertawassul serta bershalawat kepada Baginda Muhammad saw. Saat ia menyebutkan nama Rasulullah saw selalu diiringi dengan cucuran air mata. Tentu saja hal ini bukan sesuatu hal yang dibuat-buat, sebagaimana yang dituduhkan sebagian kelompok kepada dirinya.
Mereka mengatakan, bahwa perbuatan tersebut menyerupai perbuatan agama lain dan cara-cara aliran sesat serta musyrik. Padahal hal ini merupkan bukti kecintaan yang tulus dan sangat mendalam terhadap Rasulullah saw. Sejatinya, mengingat orang yang dicintai, baik secara sadar maupun tidak sadar, akan membuat hati dan jiwa kita terasa bergetar. Dari getaran hati dan jiwa itulah yang membuat air mata bercucuran, inilah yang dinamakan kesucian dan keseriusan cinta.
Teramat cintanya kepada Rasulullah saw, Nampak pada kecintaannya terhadap para Saadah al-Alawiyyin atau yang lebih popular dengan Dzuriat Rasulullah saw. (Anak cucu/keturunan Rasulullah saw, yang di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Habib, Sayyid ataupun Syarif.) Lebih-lebih kepada para Saadah yang sudah berusia lanjut. Jika mereka datang berkunjung ke rumahnya, maka ketika mereka pulang, ia mengantarkan mereka hingga ke pintu gerbang rumahnya, bahkan sampai ke kendaraannya. Tidak jarang ia memberikan hadiah kepada mereka sebagai bentuk penghormatannya.


Kewafatan al-Habib Abdullah Bilfaqih
Para ‘arifin adalah manusia yang tenggelam dalam lautan cinta dan kerinduan yang mendalam kepada Penciptanya. Mereka adalah insan-insan pilihan yang memiliki hubungan dekat dengan Allah swt serta Baginda Nabi Muhammad saw. Meninggalkan dunia ini, bagi mereka adalah puncak keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Kematian bagi mereka adalah merupakan dambaan besar yang dinanti-nantikan. Karena dengan sebab inilah, mereka bisa bertemu dengan para kekasihnya.
Dituturkan oleh seseorang yang telah dianggap sebagai saudaranya sendiri, yaitu al-Habib Seggaf bin al-Qutub al-Imam al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, bahwa tiga hari sebelum kewafatan al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, al-Habib Abdullah sempat menghubunginya dan berpesan agar hadir pada Hari Ahad Tanggal 30 November 1991 M. (Tepat pada hari kewafatan al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih.) Dalam kesempatan tersebut pula ia juga menitipkan putera puterinya.
Isyarat akan berpulangnya kehadapan Allah swt sesuai dengan penuturannya sendiri. Beberapa hari sebelum menjelang kewafatannya, beliau bermimpi bertemu Rasulullah saw. Setelah hari-hari tersebut beliau sering menuturkan kepada para putera dan puterinya: “Ayah kalian akan pergi dahulu…” Empat hari empat malam seorang hamba menantikan saat-saat bahagia bagi dirinya tanpa menutup mata, berjaga dalam munajat kepada Penciptanya swt.
al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih melihat keluarga dan para muridnya dengan penuh harap. Pada pukul. 11:00, ia memanggil al-Habib Muhammad seorang puteranya serta seorang puterinya sambil berkata: “Do’akan ayahmu panjang umur…” Tepat pukul 13:15, dengan nafas panjang tiba-tiba ia mengucapkan: “Ya Allah…” Menghadaplah beliau kepada penciptanya untuk selama-lamanya.
Prof. DR. Al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih meninggalkan dunia yang fana ini pada tanggal 23 Jumadil Ula 1412 H bertepatan dengan 30 November 1992 M karena sakit yang dideritanya. Umat seakan tak percaya akan berita yang mereka dengar. Para murid dan pecinta beliau berduyun-duyun datang untuk memberikan penghormatan yang terakhir kepada sang mutiara ilmu ini.
Mereka kehilangan sosok panutan umat yang selama ini mengayomi mereka, memberikan perhatian kepada mereka. Lantunan Surat Yasin dan tahlil tanpa henti bergema di kediamannya. Sekitar rumah duka penuh sesak oleh para pentakziyah. Entah dari mana datangnya, para pentakziyah laksana gelombang air yang terus mengalir.
Keesokan harinya, setelah dishalatkan di Masjid Jamik Kota Malang, dengan diantarkan ribuan para pentakziah, jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Umum Kasin, Malang. Jasad beliau dimakamkan dalam qubbah bersanding dengan makam ayahandanya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih.
Prof. Dr. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir meninggalkan lima orang anak, masing-masing tiga putera, yaitu: al-Habib Abdul Qadir, al-Habib Muhammad dan al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih serta dua orang puteri perempuan, yang dinikahi oleh al-Habib Sholeh bin Ahmad al-Aydrus dan al-Habib Ahmad bin Usman al-Aydrus.
Hingga saat ini makam mereka berdua tidak pernah sepi dari para peziarah yang datang. Ia tidak meninggalkan harta dunia, namun yang ditinggalkannya adalah jasa, kenangan baik dan ilmu yang ada di dalam dada para murid-muridnya. Justru inilah yang menjadi warisan paling penting dalam kehidupan kita di dunia yang fana ini. Sampai saat ini Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah dan majelis-majelis yang dirintis oleh Prof. Dr. al-Habib Abdullah tetap berjalan seperti sedia kala dibawah asuhan ketiga puteranya.


Diantara kata mutiara al-Habib Abdullah Bilfaqih
Banyak ilmu dan pelajaran yang amat berharga yang telah disampaikan oleh al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih kala hidupnya. Hingga saat ini, semua itu telah tertanam di hati-hati para pecintanya. Kami sebutkan beberapa nukilan-nukilan tersebut, diantaranya:
1. Landasan yang paling ampuh dan sangat kuat adalah rasa iman kepada Allah swt dan Baginda Nabi Muhammad saw.
2. Bukan dinamakan hidup bagi seseorang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan.
3. Bukan dinamakan hidup bagi seseorang yang tidak mengenal Allah swt dan Rasul-Nya, serta tidak pula mengenal ajarannya.
4. Sebarluaskanlah ajaran Agama Islam dimanapun engkau berada dengan membawa bekal ilmu.
5. Ilmu itu membutuhkan amal, sedangkan amal membutuhkan keikhlasan dan keikhlasan tersebut membutuhkan cahaya.
6. Ilmu tidak akan berguna bagi murid pembohong. (Maksudnya gemar membohongi Allah swt, Rasulullah saw, guru, serta dirinya sendiri.)
7. Ilmu adalah pembuka hati, yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
8. Mendalami tauhid tidak cukup dengan hanya membaca kitab-kitab risalah tauhid saja, namun perlu dididik oleh seorang mursyid yang sangat mengenal Allah swt dan dapat mengantarkan kepada-Nya.
9.Yang diperlukan manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia adalah ketenangan batin.
10. Diantara ciri seseorang yang hatinya bersih adalah, apabila ingat kepada Allah swt, maka ia menangis.
11. Islam merupakan agama yang sangat rasional dan sebagai agama perjuangan.
12. Seorang muslim yang sejati apabila ditimpa sesuatu apapun, maka ia tetap tenang dan rela menerima keputusannya.
13. Akal dapat menjadi tenang, hati akan menjadi lunak hanya dengan cara selalu ingat kepada Allah swt.
14. Perkataan seseorang itu menunjukkan bagaimana akal orang tersebut.
15. Bukan dikatakan berilmu apabila tidak disertai ketaqwaan dan bukanlah dinamakan berakal bila tidak dihiasi adab serta budi pekerti.
16. Derajat kewalian adalah mengikuti Rasulullah saw, baik perkataan maupun perbuatan.
17. Yang disebut wali adalah seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya.
18. Cobaan dan ujian apabila diterima dengan ikhlas serta khusnudzan kepada Allah swt akan mendekatkan seseorang tersebut kepada derajat kewalian.
19. Jangan pernah terlintas dalam hatimu untuk berburuk sangka kepada para wali-wali Allah swt.
20. Kejernihan dan kebeningan hati merupakan anugerah Allah swt bagi hamba-hamba yang dipilihnya.
21. Lalai dari Allah swt merupakan siksa di dalam dunia.
22. Budi pekerti adalah bagian dari agama.
23. Jarak penghubung antara kita dan Baginda Nabi Muhammad saw hanyalah kematian. (Karena dengan kematian kita dapat bertemu Nabi Muhammad saw di alam barzakh.)
24. Bagaimana sebagian kalian telah mencaci maki para sahabat Rasulullah saw, sedangkan Allah swt telah ridha kepada mereka.
25. Barangsiapa yang mengingkari bahwa Sayyidina Abubakar bukan merupakan sahabat Rasulullah saw, maka ia (Orang yang mengatakannya.) telah kafir. Bagaimana tidak? Karena itu sama halnya dengan mengingkari al-Qur’an.
26. Jikalau engkau berdo’a, lalu dihatimu terasa sesuatu, (Membekasnya sebuah perasaan khusyuk.) maka hal itu merupakan pertanda dikabulkannya do’a.
27. Orang-orang yang mencintai Allah dengan sungguh-sungguh tentu tidak akan bermaksiat kepada-Nya. (Karena cinta yang sebenarnya adalah berdasarkan ma’rifah atau pengenalan yang mendalam kepada Sang Pencipta seluruh alam ini. Karena hal itu akan membuat pecinta tersebut enggan melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah swt.)
28. Jadilah kalian sebagai ahli nur, caranya isilah hati-hati kalian dengan dzikir, shalawat, istighfar dan selalu adakan komunikasi dengan Allah swt.
29. Seseorang yang menaruh rasa cinta kepada Baginda Muhammad saw tidaklah pernah merugi di dunia dan di akhirat.
30. Seseorang yang banyak membaca shalawat kepada Baginda Nabi Muhammad saw akan cepat wushul (Sampai.) dengan beliau saw.
31. Seseorang yang sedang menuntut ilmu agama dengan penuh keikhlasan semata karena Allah swt, lalu ia dianugrahi dapat bermimpi Baginda Nabi Muhammad saw, maka itu pertanda bahwa ia akan dijadikan seorang yang ‘alim. WAllahu a’lam…
***

DARUL HADIST ALFAQIHIYYAH

PON-PES DARUL HADIST AL FAQIHIYYAH MALANG JAWA TIMUR
PON-PES DARUL HADIST MALANG

PENDIRI PON-PES DARUL HADIST ALFAQIHIYYAH ALHAFID AL MUSNID AL QUTUB ALHABIB ABDULLOH BIN SAMAHATUL IMAN AL ALAMAH AL HABIB ABDUL QODIR BIN AHMAD BIL FAQIH
BELIAU ADA DITENGAH, SEBELAH KIRI ANAK BELIAU HABIB ABDULLOH BIL FAQIH
PENGASUH 2 PON-PES DARUL HADIST ALFAQIHIYYAH MALANG
ALHAFID ALALAMAH ALHABIB ABDULLOH BIN ABDUL QODIR BIN AHMAD BIL FAQIH (ALM)
AL HAFIDZ ALHABIB ABDULLOH BIN ABDUL QODIR BIL FAQIH
AL MUSNID AL HABIB ABDULLOH BIN ABDUL QODIR BIL FAQIH
HABIB HUSEIN BIN ABDULLOH BIN MUHSIN AL ATHOS( KIRI)
SAYYID ABDUL QODIR BIN HABIB ABDULLOH BIL FAQIH ( PUTRA HABIB ABDULLOH BIL FAQIH) SEBAGAI PENGASUH DAN DEWAN GURU DARUL HADIST
HABIB ABDUL QODIR BIN HABIB ABDULLOH BIL FAQIH
HABIB MUHAMMAD BIN HABIB ABDULLOH BIL FAQIH(KIRI) PUTRA HABIB ABDULLOH BIL FAQIH(SEBAGAI DEWAN GURU DAN PENGASUH DARUL HADIST)
PENDIRI DAN PENGASUH DARL HADIST
HABIB MUHAMMAD BIL FAQIH
HABIB MUHAMMAD BIN HABIB ABDULLOH BILFAQIH
HABIB ABDURRAHMAN BIL FAQIH (DEWAN GURU DAN PENGASUH PON-PES DARUL HADIST)
HABIB ABDURRAHMAN BIN HABIB ABDULLOH BIL FAQIH
HABIB SOLEH BIN AHMAD BIN SALIM ALAYDRUS (DEWAN GURU PON-PES DARUL HADIST DAN MENANTU AL HABIB ABDULLOH BIL FAQIH)
Habib Soleh bin Ahmad bin Salim Alaydrus,
Dengan teman-teman alumni Darul Hadist
DI PON-PES DARUL HADIST
Suasana peringatan Haul Maha Guru Pon-pes Darul Hadist Al faqihiyyah malang
PON-PES DARUL HADIST AL FAQIHIYYAH MALANG JAWA TIMUR
SEKILAS TENTANG PON-PES DARUL HADIST ALFAQIHIYYAH
Sekitar tahun 1999 saya ta’lim di pon-pes Darul Hadist di bawah asuhan Habib Muhammad Bil Faqih .  Pon-pes Darul hadist terletak di Jl.aries Munandar kota Malang Jawa timur.Sistem pembelajaran yang diajarkan kepada santri-santrinya hingga saat ini tidak mengalami perubahan masih menggunakan sistem salafi seperti yang telah di terapkan oleh pendirinya Alhabr Al habib Abdul qodir Bin Ahmad Bil Faqih begitupun sepeninggalan beliu di asuh oleh anak beliau Al hafidz Al habib Abdulloh Bin Abdul qodir Bil faqih dan sekarang diasuh oleh anak nya Habib Muhammad Bin Abdulloh bil faqih sebagai generasi kertiga .
Disamping mempelajari kitab-kitab salaf juga diadakan pembacaan rotib setiap ba’da Magrib dan subuh,juga pembacaan maulid nabi setiap senin pagi dan malam jumat serta dzikir-dzikir lainnya yang telah di ijazahkan dari Pendiri Pon-pes Al habr habib abdul qodir bil faqih.
Pon-pes Darul hadist banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka, seperti Habib Muhammad ba’bud (alm) pendiri pon-pes Darun Nasyi’in malang,Habib syech ali al jufri , Prof Dr Qurais Syihab,Kh.Alwi Muhammad Madura dan masih banyak yang lainnya .Benar seperti yang dikatakan oleh Habib ali bin muhammad al habsyi kwitangTIDAKLAH SESEORANG YANG BELAJAR KE PESANTREN DARUL HADIST INI KECUALI ORANG TERSEBUT ADALAH ORANG-ORANG YANG BERUNTUNG”
Habib Ali al habsyi kwitang
habib ali alhabsy kwitang dan habib ali bungur
kebesaran Darul Hadist merupakan bukti kebesaran eksistensi dari pendirinya Al Habr Habib Abdul Qodir Bil Faqih bukan besar dan megah serta ribuan santri yang menjadi ukuran hebatnya suatu pesantren tapi ketinggian dan kedalaman ilmu pengasuhnya yang menjadikan pesantren tersebut terkenal.Para santri yang belajardi pesantren Darul Hadist asal mau belajar sunggu-sungguh,mentaati peraturan pondok dan bisa menerapkan rasa ta’zhim kepada gurunya insya Alloh akan mendapatkan ilmu yang bermamfaat dan barokah .
MAQOM HABIB ABDUL QODIR BIL FAQIH DAN HABIB ABDULLOH BILFAQIH
MAQOM HABIB ABDUL QODIR BIL FAQIH DAN HABIB ABDULLOH BIL FAQIH
Kh.Dimyati ardani ( Muallim Dimyati ) Dewan Guru Pon-pes Darul Hadist
MUALLIM DIMYATI

Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bil Faqih Al Alawi

Berikut saya sampaikan sekilas kisah guru dari para guru kami yakni habib Abdullah bin Abdul Qodir bil Faqih Al Alawi yang saya dapatkan dari berbagai sumber (baik dari internet maupun dari manaqib yang dibacakan pada haul beliau).
Habib Abdullah bin Abdul Qodir bil Faqih
Habib ‘Abdullah bin ‘Abdul Qadir bin Ahmad BalFaqih al-’Alawi adalah ulama yang masyhur alim dalam ilmu hadits. Beliau menggantikan ayahandanya Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad BalFaqih sebagai penerus mengasuh dan memimpin pesantren yang diasaskan ayahandanya tersebut pada 12 Rabi`ul Awwal 1364 / 12 Februari 1945 di Kota Malang, Jawa Timur. Pesantren yang terkenal dengan nama Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pesantren ini telah melahirkan ramai ulama yang kemudiannya bertebaran di segenap pelusuk Nusantara. Sebahagiannya telah menurut jejak langkah guru mereka dengan membuka pesantren-pesantren demi menyiarkan dakwah dan ilmu, antaranya ialah Habib Ahmad al-Habsyi (PP ar-Riyadh, Palembang), Habib Muhammad Ba’Abud (PP Darun Nasyi-in, Lawang), Kiyai Haji ‘Alawi Muhammad (PP at-Taroqy, Sampang, Madura) dan ramai lagi.
Di tulis oleh Aji Setiawan :

Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih

Bak Pinang Dibelah Dua
Bapak dan anak sama-sama ulama besar, sama-sama ahli hadits, sama-sama pendidik ulung dan bijak. Merekalah Habib Abdul Qadir dan Habib Abdullah.
Masyarakat Malang dan sekitarnya mengenal dua tokoh ulama yang sama-sama kharismatik, sama-sama ahli hadits, sama-sama pendidik yang bijaksana. Mereka adalah bapak dan anak: Habib Abdul Qadir Bilfagih dan Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih. Begitu besar keinginan sang ayah untuk “mencetak” anaknya menjadi ulama besar dan ahli hadist – mewarisi ilmunya.
Ketika menunaikan ibadah haji, Habib Abdul Qadir Bilfagih berziarah ke makam Rasulullah SAW di kompleks Masjid Nabawi, Madinah. Di sana ia memanjatkan doa kepada Allah SWT agar dikaruniai putra yang kelak tumbuh sebagai ulama besar, dan menjadi seorang ahli hadits.
Beberapa bulan kemudian, doa itu dikabulkan oleh Allah SWT. Pada 12 Rabiul Awal 1355 H/1935 M, lahirlah seorang putra buah pernikahan Habib Abdul Qadir dengan Syarifah Ummi Hani binti Abdillah bin Agil, yang kemudian diberi nama Abdullah.
Sesuai dengan doa yang dipanjatkan di makam Rasulullah SAW, Habib Abdul Qadir pun mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk mendidik putra tunggalnya itu. Pendidikan langsung ayahanda ini tidak sia-sia. Ketika masih berusia tujuh tahun, Habib Abdullah sudah hafal Al-Quran.
Hal itu tentu saja tidak terjadi secara kebetulan. Semua itu berkat kerja sama yang seimbang antara ayah yang bertindak sebagai guru dan anak sebagai murid. Sang guru mengerahkan segala daya upaya untuk membimbing dan mendidik sang putra, sementara sang anak mengimbanginya dengan semangat belajar yang tinggi, ulet, tekun, dan rajin.
Menjelang dewasa, Habib Abdullah menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan At-Taroqi, dari madrasah ibtidaiyah hingga tsanawiyah di Malang, kemudian melanjutkan ke madrasah aliyah di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah li Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah. Semua lembaga pendidikan itu berada di bawah asuhan ayahandanya sendiri.
Sebagai murid, semangat belajarnya sangat tinggi. Dengan tekun ia menelaah berbagai kitab sambil duduk. Gara-gara terlalu kuat belajar, ia pernah jatuh sakit. Meski begitu ia tetap saja belajar. Barangkali karena ingin agar putranya mewarisi ilmu yang dimilikinya, Habib Abdul Qadir pun berusaha keras mendidik Habib Abdullah sebagai ahli hadits.
Maka wajarlah jika dalam usia relatif muda, Habib Abdullah telah hafal dua kitab hadits shahih, yakni Shahihul Bukhari dan Shahihul Muslim, lengkap dengan isnad dan silsilahnya. Tak ketinggalan kitab-kitab Ummahatus Sitt (kitab induk hadits), seperti Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzy, Musnad Syafi’i, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal; Muwatha’ karya Imam Malik; An-Nawadirul Ushul karya Imam Hakim At-Turmudzy; Al-Ma’ajim ats-Tsalats karya Abul Qasim At-Thabrany, dan lain-lain.
Tidak hanya menghafal hadits, Habib Abdullah juga memperdalam ilmu musthalah hadist, yaitu ilmu yang mempelajari hal ikhwal hadits berikut perawinya, seperti Rijalul Hadits, yaitu ilmu tentang para perawi hadits. Ia juga menguasai Ilmu Jahr Ta’dil (kriteria hadits yang diterima) dengan mempelajari kitab-kitab Taqribut Tahzib karya Ibnu Hajar Al-Asqallany, Mizanut Ta’dil karya Al-Hafidz adz-Dzahaby.

Empat Madzhab

Selain dikenal sebagai ahli hadits, Habib Abdullah juga memperdalam tasawuf dan fiqih, juga langsung dari ayahandanya. Dalam ilmu fiqih ia mempelajari kitab fiqih empat madzhab (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali), termasuk kitab-kitab fiqih lain, seperti Fatawa Ibnu Hajar, Fatawa Ramli, dan Al-Muhadzdzab Imam Nawawi.
Setelah ayahandanya mangkat pada 19 November 1962 (21 Jumadil Akhir 1382 H), otomatis Habib Abdullah menggantikannya, baik sebagai pengasuh pondok peantren, muballigh, maupun pengajar. Selain menjabat direktur Lembaga Pesantren Darul Hadits Malang, ia juga memegang beberapa jabatan penting, baik di pemerintahan maupun lembaga keagamaan, seperti penasihat menteri koordinator kesejahteraan rakyat, mufti Lajnah Ifta Syari’i, dan pengajar kuliah tafsir dan hadits di IAIN dan IKIP Malang. Ia juga sempat menggondol titel doktor dan profesor.
Sebagaimana ayahandanya, Habib Abdullah juga dikenal sebagai pendidik ulung. Mereka bak pinang dibelah dua, sama-sama sebagai pendidik, sama-sama menjadi suri tedalan bagi para santri, dan sama-sama tokoh kharismatik yang bijak. Seperti ayahandanya, Habib Abdullah juga penuh perhatian dan kasih sayang, dan sangat dekat dengan para santri.
Sebagai guru, ia sangat memperhatikan pendidikan santri-santrinya. Hampir setiap malam, sebelum menunaikan shalat Tahajjud, ia selalu mengontrol para santri yang sedang tidur. Jika menemukan selimut santrinya tersingkap, ia selalu membetulkannya tanpa sepengetahuan si santri. Jika ada santri yang sakit, ia segera memberikan obat. Dan jika sakitnya serius, ia akan menyuruh seseorang untuk mengantarkannya ke dokter.
Seperti halnya ulama besar atau wali, pribadi Habib Abdullah mulia dan kharismatik, disiplin dalam menyikapi masalah hukum dan agama. Tanpa tawar-menawar, sikapnya selalu tegas: yang haq tetap dikatakannya haq, yang bathil tetap dikatakannya bathil.
Sikap konsisten untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar itu tidak saja ditunjukkan kepada umat, tapi juga kepada pemerintah. Pada setiap kesempatan hari besar Islam atau hari besar nasional, Habib Abdullah selalu melancarkan saran dan kritik membangun – baik melalui pidato maupun tulisan.
Habib Abdullah juga dikenal sebagai penulis artikel yang produktif. Media cetak yang sering memuat tulisannya, antara lain, harian Merdeka, Surabaya Pos, Pelita, Bhirawa, Karya Dharma, Berita Buana, Berita Yudha. Ia juga menulis di beberapa media luar negeri, seperti Al-Liwa’ul Islamy (Mesir), Al-Manhaj (Arab Saudi), At-Tadhammun (Mesir), Rabithathul Alam al-Islamy (Makkah), Al-Arabi (Makkah), Al-Madinatul Munawarah (Madinah).
Habib Abdullah wafat pada hari Sabtu 24 Jumadil Awal 1411 H (30 November 1991) dalam usia 56 tahun. Ribuan orang melepas kepergiannya memenuhi panggilan Allah SWT. Setelah dishalatkan di Masjid Jami’ Malang, jenazahnya dimakamkan berdampingan dengan makam ayahandanya di pemakaman Kasin, Malang, Jawa Timur.
Ayahanda beliau
Image Hosted by ImageShack.us
Habib Abdullah (kiri) dan ayahanda beliau habib Abdul Qodir Bil Faqih (tengah)
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H/1896 M. Saat bersamaan menjelang kelahirannya, salah seorang ulama besar, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani. Dalam mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani menitipkan kitab suci Al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfagih.
Pagi harinya Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada Habib Ahmad. Habib Ahmad mendengarkan cerita dari Habib Syaikhan, kemudian berkata, ”Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi Allah SWT seorang putra. Dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir Jailani yang menitipkan Al-Quranul Karim agar disampaikan kepadaku. Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul Qadir, dengan harapan, Allah SWT memberikan nama maqam dan kewalian-Nya sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani.”
Demikianlah, kemudian Habib Ahmad memberi nama Abdul Qadir karena mengharap berkah (tafa’ul) agar ilmu dan maqam Abdul Qadir seperti Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Sejak kecil, ia sangat rajin dan tekun dalam mencari ilmu. Sebagai murid, ia dikenal sangat cerdas dan tangkas dalam menerima pelajaran. Pada masa mudanya, ia dikenal sebagai orang yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu dan menaruh penghormatan yang tinggi kepada guru-gurunya. Tidaklah dinamakan mengagungkan ilmu bila tidak memuliakan ahli ilmu, demikian filosofi yang terpatri dalam kalbu Habib Abdul Qadir.
Pernah suatu ketika di saat menuntut ilmu pada seorang mahaguru, ia ditegur dan diperingatkan, padahal Habib Abdul Qadir waktu itu pada pihak yang benar. Setelah memahami dan mengerti bahwa sang murid berada di pihak yang benar, sang guru minta maaf. Namun, Habib Abdul Qadir berkata, ”Meskipun saya benar, andaikan Paduka memukul muka hamba dengan tangan Paduka, tak ada rasa tidak menerima sedikit pun dalam diri hamba ini.” Itulah salah satu contoh keteladanan yang tinggi bagaimana seorang murid harus bersopan-santun pada gurunya.
Guru-guru Habib Abdul Qadir, antara lain, Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiry, Habib Alwy bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Syekh Segaf bin Hasan Alaydrus, Syekh Imam Muhammad bin Abdul Qadir Al-Kattany, Syekh Umar bin Harridan Al-Magroby, Habib Ali bin Zain Al-Hadi, Habib Ahmad bin Hasan Alatas, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy, Syekh Abubakar bin Ahmad Al-Khatib, Syekh Abdurrahman Bahurmuz.
Dalam usia yang masih anak-anak, ia telah hafal Al-Quran. Tahun 1331 H/1912 M, ia telah mendapat ijazah dan berhak memberikan fatwa agama, antara lain di bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan sosial. Ini merupakan anugerah Allah SWT yang telah diberikan kepada hamba pilihan-Nya.
Maka tidak berlebihan bila salah seorang gurunya, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab, menyatakan, ”Ilmu fiqih Marga Bilfagih setara dengan ilmu fiqih Imam Adzro’iy, sedangkan dalam bidang tasawuf serta kesusastraan bagai lautan tak bertepi.”
Sebelum meninggalkan kota Tarim untuk berdakwah, di tanah kelahirannya ia sempat mendirikan organisasi pendidikan sosial Jami’yyatul Ukhuwwah wal Mu’awanah dan Jami’yyah An-Nasr Wal Fudho’il tahun 1919 M.
Sebelum berhijrah ke Indonesia, Habib Abdul Qadir menyempatkan diri beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan dan singgah di beberapa kota dan negara, seperti Aden, Pakistan, India, Malaysia, dan Singapura. Di setiap kota yang disinggahi, ia selalu membina umat, baik secara umum maupun khusus, dalam lembaga pendidikan dan majelis taklim.
Tiba di Indonesia tepatnya di kota Surabaya tahun 1919 M/1338 H dan langsung diangkat sebagai direktur Madrasah Al-Khairiyah. Selanjutnya, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Rabithah di kota Solo tahun 1351 H/1931 M.
Selepas bermukim dan menunaikan ibadah haji di Makkah, sekembalinya ke Indonesia tanggal 12 Februari 1945 ia mendirikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah dan Perguruan Islam Tinggi di kota Malang. Ia pernah diangkat sebagai dosen mata kuliah tafsir pada IAIN Malang pada 1330 H/1960 M.
Keistimewaan Habib Abdul Qadir adalah, ia ahli ilmu alat, nahwu, sharaf, manthiq, ilmu kalam, serta ma’any, bayan, dan badi (tiga yang terakhir merupakan bagian ilmu sastra). Dalam bidang hadits, penguasaannya adalah bidang riwayat maupun dirayah, dan hafal ribuan hadits. Di samping itu, ia banyak mendapat hadits Al-Musalsal, yakni riwayat hadits yang tersambung langsung kepada Rasulullah SAW. Ini diperolehnya melalui saling tukar isnad (saling menukar periwayatan hadits) dengan Sayid Alwy bin Abas Al-Maliky saat berkunjung ke Makkah.
Sebagai seorang ulama yang menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan, ia juga giat mendirikan taklim di beberapa daerah, seperti Lembaga Pendidikan Guru Agama di Sawangan, Bogor, dan Madrasah Darussalam Tegal, Jawa Tengah.
Banyak santrinya yang di kemudian hari juga meneruskan jejaknya sebagai muballigh dan ulama, seperti Habib Ahmad Al-Habsy (Ponpes Ar-Riyadh Palembang), Habib Muhammad Ba’abud (Ponpes Darul Nasyi’in Malang), Habib Syekh bin Ali Al Jufri (Ponpes Al-Khairat Jakarta Timur), K.H. Alawy Muhammad (Ponpes At-Taroqy Sampang, Madura). Perlu disebutkan, Prof. Dr. Quraisy Shihab dan Prof. Dr. Alwi Shihab pun alumnus pesantren ini.
Habib Abdul Qadir wafat pada 21 Jumadil Akhir 1382 H/19 November 1962 dalam usia 62 tahun. Kala saat-saat terakhirnya, ia berkata kepada putra tunggalnya, Habib Abdullah, ”… Lihatlah, wahai anakku. Ini kakekmu, Muhammad SAW, datang. Dan ini ibumu, Sayyidatunal Fatimah, datang….” Ribuan umat berdatangan untuk meyampaikan penghormatan terakhir kepada sang permata ilmu yang mumpuni itu. Setelah disemayamkan di Masjid Jami’ Malang, ia dimakamkan di kompleks makam Kasin, Malang, Jawa Timur.
diringkas dari manakib tulisan Habib Soleh bin Ahmad Alaydrus, pengajar Ponpes Darul Hadits Malang, Jawa Timur
Sumber :
http://bahrusshofa.blogspot.com/2007/01/habib-abdullah-balfaqih.html
http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/manakib/al-habib-abdul-qadir-bin-ahmad-bilfagih-al-alawy/
http://ajisetiawan1.blogspot.com/2007/07/habib-abdullah-bin-abdul-qadir-bilfagih.html